ANTARAHABIB MUNZIR & ISLAM JAMA'AH. Makalah Hadits Shahih, Hasan dan Dhaif serta Contohnya. Kritik Ilmiyyah Terhadap Pemikiran Dr. Muh. Quraish Shihab (Bagian 2) Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Ustadz Hartono Ahmad Jaiz: Jika Nikah Beda Agama Disahkan, Pemerintah Melegalkan Pemurtadan.
Tentu kita sudah sering mendengar istilah ini hadits. Tiap hari Jumat kita mendengar para khatib menyebutnya. Hadits riwayat Bukhari. Hadits shahih, hadits dha’if. Dan seterusnya… Lalu apa itu sebenarnya hadits? Bagaimana sejarahnya? Di mana kita bisa menemukannya? Pengertian Hadits Hadits itu secara bahasa artinya baru, perkataan dan kejadian. Diartikan sesuai konteks kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai kabar atau berita. Secara istilah, hadits yaitu semua yang disandarkan pada Rasulullah Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, maupun persetujuan. Dengan kata lain semua yang Rasulullah ucapkan, lakukan dan setujui, semua itu adalah hadits. Apa pentingnya ucapan dan perbuatan Rasulullah? Hal ini berkaitan erat dengan tugas utama Rasulullah. Tugas itu adalah menyampaikan ajaran Islam, baik secara lisan maupun contoh perbuatan. Setiap yang beliau ucapkan dan lakukan itu pasti selalu berkaitan dengan tugas tersebut. Oleh karena itu, semua yang beliau ucapkan dan lakukan itu menjadi sangat penting. Di mana kita bisa menemukan hadits? Kita bisa menemukan hadits dalam kitab-kitab himpunan hadits. Seperti kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, dll. Silakan baca Kitab-Kitab Hadits Induk Yang Paling Populer Apakah Imam Bukhari dan Imam Muslim itu pernah bertemu Rasulullah? Tidak pernah. Karena Imam Bukhari dan Imam Muslim itu hidup 200 tahun setelah Rasulullah Saw. meninggal dunia. Lalu dari mana mereka bisa menghimpun hadits? Hadits itu sudah dihafal sejak Rasulullah masih hidup. Jadi selain al-Qur’an, banyak shahabat murid Rasulullah yang menghafal dan mencatat hadits. Apa yang pernah mereka dengar dari ucapaan Rasulullah, mereka perhatikan. Demikian pula apa yang beliau lakukan, para shahabat memperhatikannya dengan baik. Lalu mereka menyampaikan ilmunya itu kepada para murid mereka. Para murid shahabat itu disebut dengan tabi’in. Demikian seterusnya, ilmu tentang hadits ini pun disampaikan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Sampai kepada Imam Bukhari dan Imam Muslim sebagai penghimpun dan pembuku hadits. Apakah tidak mungkin ada orang yang membuat hadits palsu? Bukan hanya mungkin, tapi sudah banyak terjadi. Oleh karena itulah, ada ilmu yang disebut dengan Ulumul Hadits. Di antara bahasan Ulumul Hadits itu ada metode tentang bagaimana cara menyeleksi hadits yang asli dan hadits yang palsu. Dari situlah ada istilah hadits shahih, hadits dha’if dan hadits maudhu’ hadits palsu. Allahu a’lam. Tanyajawab tentang Zakat A ss, Saya setiap tahun selalu menghitungkan zakat suami karena suami lagi ada tugas. Selama 6 tahun ini, saya bingung kata suami dihitung setiap [Shahih Hadits Riwayat Abu Dawud]. 20 dinar adalah 85 gram emas, karena satu dinar adalah 4 1/4 gram dan nishab uang dihitung dengan nilai nishab emas. [b] SOAL I Ada 4 istilah dalam ulumul Hadits yaitu Hadits sunnah,atshar,khabar. a Jelaskan pengertian masing masing baik dari segi bahasa maupun istilah b Berilah contoh masing masiing! Sunnah menurut bahasa adalah الطريقة محمودة كانت أومذمومة Jalan yang dilalui baik terpuji atau tercela Contoh seperti sabda Nabi SAW لتتبعن سنن من قلكم شبرا بشبرودراعا بدراع حتى لوسلكوا جحرضب لسلكتموه رواه البخاري ومسلم “sesungguhnya akan mengikuti sunnah sunnah perjalanan orang orang sebelummu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta , sehingga akhirnya mereka memasuki sarang dhab berupa biawak sungguh kamu masuki juga “ Bukhari dan Muslim Menurut istilah seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Ajat Al Khatib ماأثرعن النبي صلى الله عليه وسلم من قول اوفعل أوتقرير أوصفة خلقية أوسيرة سواء كان قبل البعثة أوبعدها “ Segala yang dinukilkan dari Nabi Saw baik berupa Perkataan , Perbuatan , Taqrir, Pengajaran, Sifat, Kelakuan< Perjalan Hidup baik sebelum Nabi diang kat menjadi Rasul atau sesudahnya “ Pengertian Khabar Secara bahasa artinya warta atau berita yang disampaikan dari seorang kepada orang lain. Menurut Istilah ahli hadist ما أضيف الى النبي صلى الله عليه وسلم أوغيره “Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi SAW, atau dari selain Nabi SAW “ Pengertian Atsar Dari segi bahasa berarti bekas, sesuatu atau sisa sesuatu Dari segi Istilah Atsar untuk perkataan perkataan Ulama salaf,Sahabar,Tabiin,dll. SOAL 2 Unsur hadist ada 3 yaitu sanad ,matan, mukhrijul hadist a. Jelaskan pengertian masing masing baik dari segi bahasa dan istilah. b. Berilah contoh masing masing . Adapun yang menjadi Unsur-unsur daripada hadist dapat diklasifikasikan dalam tiga bentuk, yakni 1. Sanad Menurut bahasa, sanad ialah sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Menurut istilah ada beberapa pengertian sebagai berikut Pertama, Silsilah orang-orang yang meriwayatkan hadist yang menyampaikannya kepada matan hadist. Kedua, Silsilah para rawi yang menukilkan hadist dari sumbernya pertama. Sanad adalah jalan yang menyampaikan kita pada matan hadis atau rentetan para rawi yang menyampaikan matan hadis. Dalam hubungan ini dikenal istilah musnid, musnad, dan isnad. Musnid adalah orang yang menerangkan hadis dengan menyebutkan sanadnya. Musnad adalah hadis yang seluruh sanadnya disebutkan sampai kepada Nabi SAW pengertian ini berbeda dengan kitab Musnad. Adapun isnad adalah keterangan atau penjelasan mengenai sanad hadis atau keterangan mengenai jalan sandaran suatu hadis. 1. Matan Suatu yang akan menyampaikan kepada sanad dari ucapan atau disebut juga redaksi hadist atau isi hadist Menurut istilah, matan adalah lafazd-lafazd hadist yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu. 3. Rawi Yaitu orang yang meriwayatkan/memberitakan hadist. Sebenarnya antara sanad dan rawi adalah dua istilah yang tidak dapat dipisahkkan. Orang yang menerima hadist kemudian menghimpunnya dan membukukannya dalam satu buku disebut “rawi”. Sedangkan orang yang menerima hadist dari sumber yang pertama rasulullah, itulah yang disebut dengan “sanad”. Contoh sanad Sebagai contoh dari sanad adalah seperti yang terlihat dalam hadis ini روى الإمام البخاري قال حدثنا محمد بن المثنى قال حدثنا عبد الوهاب الثقفي قال حدثنا أيوب. عن أبي قلابة . عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما. وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله . وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار “Imam Bukhari meriwayatkan, ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn al-Mutsanna, ia berkata, “telah menceritakan kepada kami Abd al-Wahhab al-Tsaqafi, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abi Qilabag, dari Anas, dari Nabi SAW., beliau bersabda, Ada tiga hal yang apabila seseorang memilikinya maka ia akan memperoleh manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya, bahwa ia mencintai seseorang hanya karena Allah SWT, dan bahwa ia benci kembali-kepada kekafiran sebagaimana ia benci masuk ke dalam api neraka’.” Pada hadis di atas terlihat adanya silsilah para perawi yang membawa kita sampai kepada matan hadis, yitu Bukhari. Muhammad ibn al-Mutsanna, Abd al-Wahhab al-Tsaqafi, Ayyub, Abi Qilabah, dan Anas Ranggakaian nama-nama itulah yang disebut dengan sanad dari Hadis tersebut, karena merekalah yang menjadi jalan bagi kita untuk sampai ke matan Hadis dari sumbernya yang pertama. Contoh matan Dari Hadis berikut روى الإمام البخاري قال حدثنا محمد بن المثنى قال حدثنا عبد الوهاب الثقفي قال / حدثنا أيوب. عن أبي قلابة . عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما . وأن يحب المرء لابحبه إلا لله . وأن يكره أن يعودفي الكفر كما يكره أن يقذف في النار. “Imam Bukhari meriwayatkan, ia berkata, “telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn al-Mtsanna, ia berkata, telah menceritakan kepada kami’ Abd al-Wahhab al-Tsaqafi, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abi Qilabah, dari Anas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, Ada tiga hal yang apabila seseorang memilikinya maka ia akan memperoleh manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada selain keduanya, bahwa ia membenci masuk ke dalam api neraka”. Makna , lafaz ... ثلاث من كن فيه ... إلى ...أن يقذف في النار “Adalah merupakan matan dari Hadis tersebut”. SOAL 3 Sebutkan syarat syarat ke Sahih an sebuah Hadist dan berilah penjelasan ! Syarat – syarat ke Sahih an Hadist 1. Sanad nya bersambung Ittisal as sanad Artinya setiap hadist yang diriwayatkan oleh perawi tali – temali sambung dalam penerimaan hadistnya Kepada Nabi Muhammad SAW. 2. Diriwayatkan oleh Penutur /Perawi yang adil. Artinya adil dalam periwayatanya dan sifat yang ada pada seseorang yang senantiasa mendorong untuk bertakwa dan menjaga kredibelitasnya 3. Memiliki sifat Istiqomah dan kuat ingatanya Dhobit Ada dua macam yaitu dhobitus shodri yaitu kuat hafalan dan dhobitul kitab yaitu kuat dalam tulisan 4. Hadist yang diriwayatkan tidak syadz. 5. Hadist yang diriwayatkannya harus terbebas dari illat cacat yang dapat menyebabkan kualitas hadist menjadi turun HADIST SAHIH TERBAGI MENJADI DUA MACAM 2. SAHIH LIDZATIHI Adalah sebuah hadist yang mencakup semua syarat hadist sahih dan tingkatan rawinya pada tingkatan pertama . Sehingga apabila sebuah hadist telah di telaah dan telah memenuhi syarat diatas , tetapi tingkatan perawinya berada di tingkatan kedua maka hadist tersebut dinamakan hadist hasan. 3. SAHIH LIGHOIRIHI Hadist diamakan Lighoirihi karena ke Sahih an hadist ini disebabkan oleh sesuatu yang lain,yaitu dikuatkan dengan bantuan hadist lain dengan teks yang sama yang diriwayatkan melalui jalur lain. CARA MENGUKUR KESAHIHAN SEBUAH HADIST Untuk mengetahui sebuah Hadist sahih atau tidak, kita bisa melihat dari beberapa syarat yang telah tercantum dalam sub yang menerangkan sesahihan hadist tersebut. Apabila dalam syarat syarat yang ada pada hadist shahih tidak terpenuhi , maka secara otomatis tingkat hadist itu akan turun dengan sendirinya . SOAL 4 Jelaskan Pengertian Tahamul al Hadist dan Pengertian Ada’ul Hadist dan sebutkan 8 metode Tahammul Hadist! Pengertian Tahammul Hadist Ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan tahammul adalah “ mengambil atau menerima hadist dari seorang guru dengan salah satu cara tertentu “ Pengertian Ada’ul al-Hadist Ada’ secara etimologis berarti sampai atau melaksanakan Secara terminologis Ada’ berarti sebuah proses mengajarkan meriwayatkan dari seorang guru kepada muridnya Pengertianya adalah meriwayatkan dan menyampaikan Hadist kepada murid atau proses mereportasekan Hadist setelah ia menerimanya dari seorang guru. DELAPAN METODE TAHAMMUL WA ADA’UL HADIST Ada delapan sigat isnad dan yang disebutkan lebih dulu lebih tinggi tingkatannya dari yang disebut kemudian, yaitu 1 as-sima’min lafz asy-syaikh mendengar dari lafal syekh, contohnya sami’tu aku mendengar; 2 qira’at ala asy-syaikh membaca tulisan syekh, contohnya qara’tu ala aku membaca; 3 al-ijazat, contohnya ajaztu laka Sahih al-Bukhari aku bolehkan/izinkan untukmu kitab Sahih al-Bukhari; 4 al-munawalah, contohnya “hadis ini saya terima dari si Anu, maka riwayatkanlah atas namaku”; 5 al-mukatabah tulisan, contohnya “si Anu telah menceritakan padaku secara tertulis”; 6 al-i’lam pemberitahuan, contohnya “Saya telah meriwayatkan hadis ini dari si Anu, maka riwayatkanlah daripadaku”; 7 al-wasiyat, yakni guru mewasiatkan suatu hadis menjelang ia pergi jauh atau merasa ajalnya sudah dekat; dan 8 al-wijadah, yakni rawi memperoleh hadis yang ditulis oleh seorang guru, tetapi tidak dengan jalan sima’i atau ijazah, baik semasa atau tidak, baik berjumpa atau tidak. Sigat isnad itu dalam kitab-kitab hadis biasa disingkat penulisannya. 1. SIMAK Mendengar Yaitu mendengar langsung dari sang guru , simak mencakup Imla’ Pendektean dan tahdist Narasi atau memberi informasi Menurut mayoritas ahli hadist simak merupakan shigat riwayat paling tinggi. 2. AL QIRA’AH membacakan hadist pada Syeikh Qiraah sendiri memaparkan sendiri yang juga disebut Al-Ard memiliki dua bentuk. Pertama, seorang rawi membacakan hadist syeikh,. Baik hadist yang dia hafal atau yang terdapat dalam sebuah kitab yang ada didepannya. Kedua, ada orang lain membacakan hadist, sementara rawi dan syeikh berada pada posisi mendengarkan. 3. IJAZAH Salah bentuk menerima hadist dan mentranferkan dengan cara seorang guru memberi izin kepada muridnya atau orang lain unuk meriwayatkan hadist yang ada dalam catatan pribadinya kitab , sekalipun murid tidak pernah membacanya atau mendengar langsung dari sang guru. Ibnu Hazm menentang wirayat dengan ijazah dan menggapnya sebagai bid’ah. 4. MUNAWALAH Tingkatan seorang guru memberikan sebuah kitab atau hadist tertulis agar disampaikan dengan mengambil sanad darinya. Menurut Shiddiq Basyir Nashr dalam bukunya dalam bukunya Dlawabith al Riwayah Munawalah terdapat dua bagian, yaitu disertai dengan riwayah dan tidak disertai dengan riwayah. 5. MUKATABAH menulis Yang dimaksud dengan menulis disini adalah aktifitas seorang guru menuliskan hadist baik ditilis sendiri atau menyuruh orang lain untuk kemudian diberikan kepada orang yang berada dihadapannya,atau dikirimkan pada orang yang berada ditempat lain. 6. AI-I’LAM memberitahukan I’lam adalah tindakan seorang guru yang memberikan kepada muridnya bahwa kitab atau hadist ini adalah riwayat rawinya atau dari yang dia dengar, tanpa disertai dengan pemberian ijazah untuk menyampaikannya. Masuk dalam bagian ini apabila seorang murid berkata kepada gurunya ” ini adalah hadist riwayat,bolehkah saya menyampaikannya? “ lalu syeikh menyawab ya atau hanya diam saja. 7. WASIAT Wasiat adalah penegasan syeikh ketika hendak bepergian atau dalam masa masa sakaratul maut; yaitu wasiat kepada seseorang tentang kitab tertentu yana di riwayatkannya. Sejumlah ulama’ memperoleh mereportasekan hadist yang diperoleh dengan cara wasiat. Waasiat hadist menurut mereka sama dendan pemberitahuan dan pemberian, yang seolah olah sheikh memberikan izin kepada muridnya dan memberitahukan bahwa ini termasuk riwayatnya. 8. WIJADAH Seorang rawi menemukan hadits yang ditulis oleh orang yang tidak seperiopde,atau seperiode namun tidak bertemu, atau pernah bertemu namun ia tidak mendengar langsung hadist tersebut dari penulisnya. Wijadah juga tidak terlepas dari pertentangan pendapat antara yang memperolehkan dan para kritikus hadist yang memperolehkan menyatakan bahwa, ketika penemu ingin mertiwatkannya maka ia harus menggunakan lafat Wajattuh bihotti fulan atau Fulanu bihottihi. Wajattu fi kitab. SOAL 5 Jelaskan Pengertian Ilmu Al – Jarh Wat Ta’dil , Sebutkan dan uraikan tingkatan attakhrir dan tingkatan Al Jarh secara detail ! Pengertian Ilmu Jarhi Wattakrir Ilmu al-jarh, yang secara bahasa berarti luka, cela, atau cacat, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada keadilan dan kedhabitannya. Para ahli hadis mendefinisikan al-jarh dengan الطعن فى راوى الحديث بما يسلب أو يخل بعدالته أو ضبطه "kecacatan pada perawi hadis disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak keaiban atau kedhabitan perawi".[2] Sedangkan menurut istilah ahli hadis, adalah ظهور وصف فى الراوى يفسد عدالة أو يخل بحفظه وضبطه مما يترتب عليه سقوط روايته أو ضعفها وردها. " Nampak suatu sifat pada rawi yang merusakan keadilannya, atau mencedarakan hafadahnya, karenanya gugurah riwayatnya atau dipandang lemah".[3] Al – Jarh berarti munculnya suatu sifat dalam diri perawinya yang menodai sifat adilnya, atau mencacatkan hapalan dan kekuatan ingatan nya yang mengakibatkan gugur riwayatnya atau lemah riwayatnya atu bahkan tertolak riwayatnya , adapun At- tajrih menyifati seorang perawi dengan sifat sifat yang membawa konsekuensi penilaian lemah atas riwayat , ya atau tidak diterima. Tingkatan Attakrir Pertama , dengan kepopuleranya di kalangan para ahli ilmu bahwa ia dikenal sebagai seorang yang adil bisy-syurah Kedua , dengan pujian dari seseorang yang adil yaitu ditetapkan sebagai rawi yang adil oleh orang yang adil yang semula rawi yang di takdilkan itu belum terkenal sebagai rawi yang adil. Tingkatan Al - Jarh. Tingkatan al-jarh cacat dan lafadznya a. lafadz yang menunjukan pada kelemahan. b. Lafadz yang dijelaskan dengan ketidakadahujjahan atau yang semisalnya. c. Lafadz yang dijelaskan dengan tidak ada penuisan hadis. d. Lafadz yang mengandung penuduhan kebohongan atau yang lainnya. e. Lafadz yang menunjukan kebohongan. f. Lafadz yang menunjukan pada keterlaluan si rawi tentang cacatnya dengan menggunakan lafadz ynag berbentuk af'al al tafdil. Hukum tingkatan ini adalah a yang termasuk dua martabat pertama tidak bisa dipakai hujjah hadisnya sama sekali tetapi hadisnya ditulis hanya sebagai kata-kata saja; b adapun empat tingkatan selanjutnya tidak bisa dipakai hujjah dan tidak bisa ditulis untuk apapu

Terakhirdiperbaharui: Rabu, 10 Juni 2020 pukul 9:39 am. Tautan: Hadits Arbain ke 18 - Hadits Tentang Takwa merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba'in An-Nawawiyah (الأربعون النووية) atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi

Hadits Dalam Ash-Shahihain Yang Manakah Yang Dihukumi Dengan Hukum “Shahih”? Telah berlalu penjelasan yang mengatakan bahwa imam al-Bukhari dan Muslimrahimahumullah tidaklah memasukkan ke dalam kitab Shahihnya kecuali hadits-hadits yang shahih saja dan bahwasanya umat Islam secara keseluruhan sepakat untuk menerima hadits-hadits tersebut. Namun hadits-hadits seperti apakah yang dihukumi dengan hal tersebut? Jawabnya adalah Bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan oleh keduanya al-Bukhari dan Muslim dengan sanad yang bersambung, maka itulah yang dihukumi dengan hukum shahih. Adapun yang dihapus satu perawinya atau lebih di awal sanadnya -Yang dikenal dengan nama Mu’alaq, dan ia Mu’alaq banyak terdapat di Shahih al-Bukhari, namun hanya ada di judul bab dan Muqaddmah pembukaan saja, tidak ada sedikitpun di inti bab. Adapun dalam Shahih Muslim, maka hanya ada satu hadits, yaitu yang ada di bab Tayammum dan tidak diriwayatkan dengan sanad bersambung di tempat lain,-, maka hukumnya sebagai berikut Pertama Yang diriwayatkan dengan redaksi jazm kata kerja aktif, seperti قَالَ dia mengatakan, أَمَرَ dia memerintahkan dan ذَكَرَ dia menyebutkan, maka sanad tersebut dinyatakan shahih disandarkan kepada orang yang mengucapkannya. Kedua Yang diriwayatkan dengan redaksi tidak jazm kata kerja pasif, seperti قِيلَdikatakan, أمِرَ diperintahkan dan ذُكِرَ disebut kan, maka ia tida bisa hukumi shahih disandarkan kepada orang yang mengucapkannya. Namun demikian tidak ada status hadits Wahin sangat lemah dalam hadits-hadits tersebut, dikarenakan keberadaannya di kitab yang dinamai oleh penulisnya al-Bukhari dan Muslim “ash-Shahih.” Apa Tingkatan-tingkatan Hadits Shahih? Telah berlalu penjelasan yang mengatakan bahwa sebagian ulama menyebutkan sanad yang paling shahih yang ada pada mereka. Maka berdasarkan pada hal itu, dan pada keberadaan syarat-syarat yang lain dari hadits Shahih, maka kita dapat mengatakan bahwa hadits Shahih memiliki tingkatan. Pertama Yang paling tinggi adalah apa yang diriwayatkan dengan sanad yang paling shahih,seperti raiwayat dengan sanad dari Malik, dari Nafi’ dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma. Kedua Yang di bawah tingkatan itu adalah yang diriwayatkan dari jalur para perawi yang mereka lebih rendah kedudukannya dibandingkan para perawio yang pertama. Seperti riwayat Hammad bin Salamah rahimahullah dan Tsabit rahimahullah dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu. Ketiga Yang lebih rendah tingkatannya dari itu adalah apa yang diriwayatkan oleh para perawi yang pada dirinya terdapat sifat tsiqah yang paling rendah tingkatannya. Seperti riwayat Suhail bin Abi Shalih rahimahullah dari bapaknya rahimahullah dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu. Dan digabungkan dengan perincian di atas pembagian hadits shahih menjadi tujuh tingkatan, yaitu 1. Pertama Yang disepakati keshahihannya oleh imam al-Bukhari dan Muslimrahimahumallah, dan ini adalah tingkatan yang paling tinggi. 2. Kedua Yang diriwayatkan sendirian oleh imam al-Bukhari rahimahullah. 3. Ketiga Yang diriwayatkan sendirian oleh imam Muslim rahimahullah 4. Keempat Yang sesuai dengan syarat keduanya syarat al-Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak membawakan/mencantumkan hadits tersebut dalam kitab mereka berdua. 5. Kelima Yang sesuai dengan syarat al-Bukhari rahimahullah, namun beliau tidak membawakan/mencantumkan hadits tersebut dalam kitabnya 6. Keenam Yang sesuai dengan syarat Muslim rahimahullah , namun beliau tidak membawakan/mencantumkan hadits tersebut dalam kitabnya 7. Ketujuh Hadits shahih yang ada pada kitab selain keduanya dari kalangan para Imam ahl hadits seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban rahimahumallah dari hadits-hadits yang tidak sesuai dengan syarat al-Bukhari dan Muslim. Apa Yang Dimaksud Syarat Syaikhain Syarat al-Bukhari dan Muslim? Asy-Syaikhani/Asy-Syaikhain al-Bukhari dan Muslim keduanya tidak menyatakan secara tegas gamblang tentang syarat yang keduanya persyaratkan atau yang keduanya tetapkan sebagai tambahan dari syarat-syarat yang telah disepakati dalam hadits shahih. Namun dari penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh para peneliti dan pengkaji dari kalangan ulama terhadap uslub metode keduanya, nampak mereka bagi sesuatu, yang masing-masing dari mereka mengira bahwa itu adalah syarat keduanya atau syarat salah satu dari keduanya. Dan perkataan yang paling baik dalam masalah ini adalah”Bahwasanya yang dimaksud dengan syarat Syaikhain atau salah satu dari keduanya adalah, bahwa hadits tersebut diriwayatkan dari jalur para perawi yang ada di kedua kitab tersebut Shahih al-Bukhari dan Muslim atau salah satunya, dengan tetap memperhatikan kepada cara/metode yang dipegang teguh oleh keduanya dalam meriwayatkan hadits dari mereka.” Apa Makna Ucapan Para Ulama “Muttafaqun Alaihi”? Apabila para ulama hadits berkata tentang sebuah hadits” Muttafaqun Alaihi”, maka maksud mereka adalah kesepakatan asy-Syaikhain, yakin sepakatnya Syaikhain tentang shahihnya hadits tersebut, bukan kesepakatan seluruh ummat. Hanya saja Ibnu Shalah rahimahullah berkata”Akan tetapi kesepakatan ummat terhadapnya hadits itu adalah sesuatu yang sudah menjadi keniscayaan dari hal itu, dan menjadi kesimpulan dari perkataan itu, dikarenakan kesepakatan mereka ummat untuk menerima hadits-hadits yang disepakati shahih oleh keduanya” Apakah Hadits Shahih Diharuskan Berasal Dari Haidts Aziz Yang benar adalah bahwa tidak dipersyaratkan dalam hadits Shahih statusnya sebagai hadits Aziz hadits yang diriwayatkan oleh minimal dua orang perawi dalam tiap-tiap thabaqat sanad, artinya hendaknya hadits itu memiliki dua sanad. Hal ini karena ada di dalam -Shahihain dan kitab-kitab hadits-hadits yang shahih namun ia Gharib hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi dalam salah satu thabaqat sanadnya. Dan sebagian ulama mengira hal itu mengira bahwa syarat hadits shahih adalah harus berstatus Aziz, seperti Abu Ali al-Jubba’i al-Mu’tazili, dan Imam al-Hakim. Dan perkataan mereka ini menyelishi kesepakatan ummat. Sumber تيسير مصطلح الحديث karya Dr. Mahmud ath-Thahhan, dengan sedikit tambahan. Maktabah Ma’arif, Riyadh, halaman 42-44. Diposting oleh Abu Yusuf Sujono 1 Ulama' hadis sulit sekali membedakan antara hadis Shahih dan Hasan dan di kalangan ahli hadis pada umumnya hanya membedakan pada sisi. A. Ke dabitan para rawinya B. Keadilan rawinya C. Ketegasan rawinya D. Status sosial rawinya E. Istiqomah rawinya 2. Hadis dari satu segi dapat ditinjau dari dua sisi yaitu sisi kuantitasnya dan kualitasnya.
Soal dan Jawaban Hadis Postingan ini ditujukkan untuk memenuhi UTS Ulumul Hadis tentang struktur hadis, hadis kodifikasi dan hadis pra-kodifikasi. 2. Jelaskan Pengertian sanad, matan dan rawi dari berbagai ulama atau penulis ilmu hadist. Pengertian Sanad Menurut bahasa sanad adalah sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Dikatakan demikian karena Hadits bersandar kepadanya. Menurut istilah sanad ialah menerangkan sanad hadits jalan menerima hadits. Maka arti ”saya isnad-kan hadits” adalah saya sebutkan sanadnya, saya terangkan jalan datangnya, atau jalan sampainya kepada saya. Ada yang berbeda pendapata mengenai pengertian sanad menurut istilah, seperti berikut ini Menurut istilah al-Badr bin Jamaah dan At-Tibby, menyatakan bahwa sanad adalah pemberitaan tentang munculnya suatu matan Hadits. سلسلة الرواة الذين نقلو المتن عن مصدره الاول Artinya “silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama. “Orang yang menerangkan hadits dengan menyebut sanadnya, disebut musnid. Hadits yang disebut dengan diterangkan sanadnya yang sampai kepada nabi . Dinamai musnad”[1] Pengertian Rawi Rawi menurut bahasa, adalah orang yang meriwayatkan hadits dan semacamnya. Sedangkan menurut istilah rawi adalah seseorang yang menyampaikan atau menuliskan dalam sebuah kitab apa yang diterimanya dari seorang guru. Atau lebih singkatnya adalah orang yang meriwayatkan atau memberitakan Hadits. Pengertian Matan Menurut bahasa matan berarti punggung jalan atau tanah yang kerasdan tinggi. Jamak matn adalah dimaksud matn dalam ilmu hadits ialah ma yantahiy ilayhi as-sanad min al-kalam, yakni sabda nabi yang disebut setelah sanad, atau penghubung sanad, atau materi hadits. Secara istilah Matan ialah سلسلة الرواة الذين نقلو المتن عن مصدره الاول Artinya “silsilah para perawi yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama[4] .Sedangkan menurut istilah menurut Mahmud Tahhan adalah “suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”, ada juga yang menyebutkan bahwa matan adalah lafazh-lafazh hadits yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu 4. Jelaskan Keadaan Hadis Pada Masa Sebelum DibukukanJawaban Hadis Pada Masa Rasul SAW Pada periode inilah, hadis lahir berupa sabdaaqwal, af’al, dan takrir nabi yang berfungsi menerangkan Al-Qur’an untuk menegakkan syariat islam dan membentuk masyarakat islam. 1 Cara Rasul SAW Menyampaikan Hadis Melalui para jamaah pada pusat pembinaannya yang disebut majelis al-ilmi melalui majelis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis, sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh nabi SAW. Dalam banyak kesempatan Rasul SAW juga menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada orang lain. Untuk hal-hal yang sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologitertuma yang menyangkut hubungan suami istri, ia sampaikan melalui istri-istrinya. Cara lain yang dilakukan, Rasul SAW adalah melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika haji wada, dan futu makkah. 2 Perbedaan Sahabat Dalam Menguasai Hadis Diantara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadis. Ada yang memilikinya lebih banyak, tetapi ada yang sedikit sekali. Hal ini tergantung pada beberapa hal, yaitu Perbedaan mereka dalam soal kesempatan berasama Rasul SAW Perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya pada sahabat lain. Perbedaan mereka karena berbedanya waktu masuk islam dan jarak tempat tinggal dari masjid Rasul SAW. Pemeliharaan Hadis dalam Hafalan dan Tulisan a. Aktifitas Menghafal Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemashlahatan Al-Qur’an dan hadis, sebagai dua sumber ajaran islam Rasulullah SAW mengambil kebijaksanaan yang berbeda. Terhadap Al-Qur’an, beliau secara resmi memberi instruksi kepada sahabat tertentu supaya menulis, disamping menghapalnya, sedangkan terhadap perintah resmi itu hanya untuk menghafal dan menyampaikannya pada orang lain. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda لَا تَكْتُبُوْا عَنِّي وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَالْقُرآنِ فَلْيَمْحُهُ وَحَدِّثُوْا عَنِّي وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ رواه مسلم “Janganlah kalian tulis apa saja dariku selain Al-Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaklah dihapus. Ceritakan saja apa yang diterima darik Al-Qur’an u, ini tidak mengapa. Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.” Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motifasi kepada para sahabat dalam kegiatan menghafal hadis ini. Pertama, karena kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak praislam dan mereka terkenal kuat hafalannya. Kedua, Rasul SAW banyak memberikan spirit melalui doa-doanya. Ketiga, seringkali ia menjanjikan kebaikan akhirat kepada mereka yang menghafal hadis dan menyampaikannya kepada orang lain. Dengan demikian maka hadis-hadis yang diterima dari Rasulullah SAW oleh para sahabat dihapal secara sungguh-sungguh dan hati-hati. Mencatat atau Menulis Hadis Secara resmi memang nabi melarang menulis hadis bagi umum, karena khawatir tercampur antara hadis dan Al-Qur’an. Banyak hadis yang melarang sahabat untuk menulisnya, diantaranya yaitu عَنْ اَبِي سَعِيْدُ الْخُدْرِي اَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ تَكْتُبُوْاعَنِّى، وَمَنْ كَتَبَ عَنِّى غَيْرَالْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ رواه مسلم “Diriwiyatkan dari Abu Sa’id Al-Kudri. Bahwa Rasulullah bersabda Janganlah engkau tulis daripadaku, barangsiapa menulis daripadaku selain Al-Qur’an maka hapuslah.” Tetapi hadis yang mempebolehkan penulisan sunah atau hadis juga banyak sekali, diantaranya yaitu اِسْتَعِنْ عَلَى حِفْظَكَ بِيَمِيْنِكَ رواه اتّرميذى “Bantulah hafalanmu dengan tanganmu.” Tirmidzi Berikut beberapa sahabat yang memiliki catatan-catatan dan melakukan penulisan terhadap hadis Abdullah ibn Amr Al-Ash, Jabir ibn Abdillah ibn Amr Al-Anshari, Abu Hurairah Al-Dausi, Abu Syah Umar ibn Sa’ad Al-Anmari Hadis pada Masa Sahabat Pada masa ini disebut masa membatasi dan menyedikitkan riwayatkan, karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an. Oleh karena itu periwayatan hadis belum begitu berkembang, dan kelihatannya berusaha membatasinya. Hal ini disebabkan karena banyak problem yang dihadapi diantaranya timbulnya orang yang murtad, timbulnya peperangan sehingga banyak penghafal Al-Qur’an yang gugur juga kondisi orang-orang asing atau non Arab yang masuk islam dan tidak paham bahasa Arab secara baik sehingga dikhawatirkan tidak bisa membedakan antara Al-Qur’an dan hadis. Secara umum dapat dikemukakan ada point penting tentang metode sahabat dalam memelihara kemurnnian sunah atau hadis Nabi SAW. Menyedikitkan riwayat Berhati-hati dalam meriwayatkan hadis Pelarangan periwayatan hadis yang belum dipahami umum Periwayatan hadis dengan lafad dan makna Ada dua jalan para sahabat dalam meriwayatkan hadis yakni Periwayatan lafdzidengan lafad asli yakni menurut lafad yang mereka terima dari nabi SAW yang mereka hafal dari Nabi. Periwayatan maknawi dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya saja karena tidak hafal lafad asli dari Nabi SAW C. Keadaan Hadis Pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin Periode ini merupakan masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis, hal ini karena pada masa ini daerah islam sudah meluas yakni sampai ke negeri syam, Irak, Mesir, Samarkandi, bahkan pada tahun 93H meluas sampai ke Spanyol. Pada periode ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab hal ini setelah wafatnya sahabat Ali RA, umat islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan yakni golongan syiah, golongan khawrij, dan golongan jumhurgolongan pemerintah pada masa itu. Pembinaan Hadis Tercatat beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan hadis, sebagai tempat tujuan para tabiin dalam mencari hadis. Kota-kota tersebut, ialah Madinah Al-Munawarah, Makkah Al-Mukarramah, Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Maghribi, Andalus, Yaman, dan Khurasan. Dari sejumlah sahabat para sahabat pembinaan hadis pada kota-kota tersebut ada beberapa orang yang meriwayatkan hadis cukup banyak antara lain Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar, Annas ibn Malik, Aisyah, Abdullah ibn Abbas, Jabir ibn Abdillah, dan Abi Said Al-Khudri. Politik dan Pemalsuan Hadis Pergolakan ini sebenarnya terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan perang Siffin, yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh Ali ibn Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat islam ke dalam beberapa kelompok khwarij, syi’ah, mu’awiyah dan golongan mayoritas yang netral. Dari pergolakan politik tersebut memberikan pengaruh terhadap perkembangan hadis berikutnya. Pengaruh yang langsung dan bersifat negatif ialah dengan munculnya hadis-hadis palsu maudhu’ untuk mendukung kepentingan politik masing-masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawan-lawannya. Adapun pengaruh yang berakibat positif adalah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan hadis, sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut. 6. Pembahasan Hadis Dibagi 2 Bagian Besar, Yaitu Secara Kuantitas Dan Kualitas Perawinya. Jawaban Ditinjau Dari Segi Kuantitasnya 1. Hadits Mutawatir Secara etimologis, lafadz Mutawatir dapat berarti Mutatabi, yaitu sesuatu yang datang berikut dengan kita, atau yang beriring-iringan antara satu dengan yang lainnya dengan tidak ada jaraknya. Sedangkan secara terminologis, hadits mutawatir dapat di definisikan sebagai “hadts yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta, hal itu seimbang dari permulaan sanad hingga akhir sanad, dan tidak terdapat kejanggalan pada setiap tingkatan tabaqat.” Syarat-syarat hadits mutawatir Diriwayatkan oleh banyak perawi Adanya keyakinan bahwa mereka tidak berdusta Adanya keseimbangan antar perawi Berdasarkan tanggapan panca indra Pembagian hadits mutawatir Hadits Mutawatir Lafdzi hadits yang mutawatir baik lafadz maupun maknanya Hadits Mutawatir Ma’nawi hadits yang maknanya mutawatir, tetapi lafadz nya tidak Hadits Mutawatir Amali Sesuatu yang diketahiu dengan mudah, bahwa dia termasuk urutan agama dan telah mutawatir antara umat islam, bahwa Nabi SAW. Mengerjakannya, menyuruhnya, atau selain dari itu. Faedah hadits mutawatir, hadits mutawatir dapat memberikan faedah ilmu dharuri. Yakni, suatu keharusan untuk menerima dan mengamalkan isinya sesuai dengan yang diberitakan, sehingga membawa kepada keyakinan yang qat’I pasti. Ahad Secara etimologis, al-ahad jama’ dari ahad, yang berarti 1. Dengan demikian khobar wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang saja. Secara terminologis, menurut Mahmud al-Thahhan hadis ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir. Sedangkan menurut Hasbi al-Shiddiqi, hadis ahad adalah khobar yang jumlah perawinya tidak sampai sebanyak jumlah perawi hadis mutawatir, baik perawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima, dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak sampai ke jumlah perawi hadis mutawatir. Pembagian Hadis Ahad Masyhur Secara bahasa, kata “masyhur” adalah isim maf’ul dari kata “syahara”. Sedangkan secara istilah, hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih dari setiap generasi, akan tetapi tidak mencapai jumlah mutawatir. - Masyhur Ishthilahi مَارَوَاهُ ثَلاَثَةٌ فَاَكْثَرُفِي كُلِّ طَبَقَاتِ السَّنَدِ مَالَمْ يَبْلُغْ حَدَّ التَّوَاتُرِ “Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih pada setiap tingkatan thabaqah pada beberapa tingkatan sanad tetapi tidak mencapai kriteria mutawatir.” - Masyhur Ghayr Ishthilahi مَا اشْتُهِرَ عَلَى الْاَلْسِنَةِ مِنْ غَيْرِ شُرُوْطٍ تُعْتَبَر “Hadits yang populer pada ungkapan lisan para ulama tanpa ada persyaratan yang definitif”. b. Hadits Aziz Secara etimologis Aziz berasal dari Izza ya izzu yang berarti qalla sedikit atau nadara jarang terjadi sedangkan secara terminologis hadits aziz adalah yang di riwayatkan oleh dua orang rawi atau lebih dalam satu thabakotnya. هُوَالَّذِى يَكُوْنُ فِى طَبَقَةِ مِنْ طَبَقَا تِ سَنَدِهِ رَوِايَانِ فَقَطُّ “Yaitu hadis yang satu tingkatan thabaqah dari beberapa tingkat sanadnya terdapat dua orang perawi.” c. Hadits Ghorib Secara etimologis Ghorib berasal dari kata Gharaba, yaghribu yang berarti al-munfharid yaitu menyendiri atau ba’id an wathani, jauh dari tanah airnya sedangkan secara terminologis Nur al-din itr hadits ghorib adalah hadist yang di riwayatkan oleh seorang pearwi yang menyendiri dalam meriwayatkannya baik yang menyendiri itu Imamnya maupun selainnya. Muthlaq Hadist yang rawinya menyendiri dalam meriwayatkan hadist itu berpangkal pada tempat ahlus sanat yakni tabiin bukan sahabat. Nisby Penyendirian mengenai sifat atau keadaan tertentu seorang rawi antara lain yaitu keadilan dan kedhobitan rawi, kota atau tempat tinggal tertentu, meriwayatkan dari orang tertentu. Gharabah nisbi terbagi menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut - Muqayyad bi ats-tsiqah - Muqayyad bi al-balad - Muqayyad ala ar-rawi Dari Segi Kualitasnya Shahih Secara etimologis shahih merupakan lawan dari saqim yang berarti “sakit”. Menurut pengertian kebahasaan hadits shahih secara sederhana dapat didefinisikan sebagai “hadits yang tidak sakit atau tidak memiliki cacat”. Artinya hadits itu sah, benar, dan sempurna. Secara terminologis hadits shahih dapat di definisikan sebagai “ hadits yang sanadnya bersambung sampai kepada Nabi, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabith sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak ber’illat.” Syarat-syarat hadits sahih Sanadnya bersambung Perawinya bersifat adil Perawinya bersifat dhabith Tidak syadz janggal Tidak ber’illat Gair Mu’allal Pembagian hadits Shahih a. Hadis Shahih Li Dzatihi Hadis shahih li Dzatihi adalah hadis yang dirinya sendiri telah memenuhi kriteria ke shahihan sebagaimana yang disebutkan, dan tidak memerlukan penguat dari yang lainnya. Ini berarti bahwa Hadis shahih li Dzatihi, adalah hadis shahih sebagaimana dimaksudkan dalam pengertian shahih diatas. b. Hadis Shahih Li Ghairi Hadis Shahih Li Ghairi adalah hadis hasan li Dzatihi apabila diriwayatkan melalu jalan oleh perawi yang sama kualitasnya atau yang lebih kuat dari padanya. Kehujjahan hadis shahih, para ulama ahli hadis dan sebagian ulama dan sebagian ulama ahli ushul serta ahli fiqih sepakat menjadikan hadis shahih sebagai hujjah yang wajib beramal dengannya. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah. Tingkatan hadis shahih pertama, ashah al-asanid, yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya. Kedua, ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad yang tingkatannya dibawah tingkat pertama diatas, seperti yang diriwayatkan oleh Hamad bin Salmah dari Sabit dari Anas. Ketiga, ad’af al-asanid, yakni rangkaian sanad hadis yang tingkatannya lebih rendah dair tingkatan kedua, seperti hadis riwayat Suhail Bin Abi Shalih dari bapaknya dari Abu Hurairah. 2. Hadis Hasan Secara bahasa berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat berarti sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat dalam mendifinisikannya. Imam Al-Turmudzimendifinisikan hadis hasan sebagai “setiap hadis yang diriwayatkan dan tidak terdapat pada sanadnya perawi yang pendusta, dan hadis tersebut tidak Syadz, serta diriwayatkan pula melalui jalan yang lain. Perbedaan prinsip antara hadis sahih dan hasan terletak pada keadaan perawinya. Pada hadis shaih perawinya sempurna dhabitnya, sedangkan pada hadis hasan, kedabitan perawinya kurang sempurna. Kriteria hadis hasan ada lima, yaitu Sanadnya bersambung Perawinya adil Perawinya dhabith, tetapi ke-dhabith-annya di bawah ke-dhabith-an perawi hadis shahih Tidak terdapat kejanggalan atau syadz Tidak berilat Kehujjahan hadis hasan, hadis hasan sebagai halnya hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Para ulama hadis, ulama ushul fiqih, dan fuquha sepakat tentang kehujjahan hadis hasan. 3. Hadis Dha’if Secara etimologis, term dha’f berasala dari kata dhuf’un yang berarti “lemah”, lawan dari term al-qawy yang berari kuat dengan makna bahasa ini, maka yang dimaksud dengan hadis dha’if adalah hadis yang lemah atau hadis yang tidak kuat. a. Pembagian hadis dha’if ditinjau dari segi persambungan sanad Hadis Marshal, menurut bahasa yang dilepaskan isim maf’ul. Sedangkan istilah hadis yang gugur rawi dari sanadnya setelah tabiin, baik tabiin besar maupun tabiin kecil. Hadis Munqati’ Hadits yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat disatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut. Hadis Mui’dhal secara bahas adalah sesuatu yang dibuat lemah atau lebih. Sedangkan menurut istilah hadis yang putus sanadnya dua orang atau lebih secara berurutan Hadis Mu’allaq menurut bahasa terikat dan tergantung isim maf’ul. Sedangkan menurutistilah hadis seorang rawinya atau lebih gugur dari awal sanad secara berurutan. Hadis Mudallas Hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkiraan bahwa hadits itu tidak bernoda b. Pembagian hadis dha’if ditinjau dari segi sandarannya Hadis Mauquf Hadis Maqtu’ c. Pembagian hadis dha’if ditinjau dari segi cacatnya perawi 1 Hadis Matruk 2 Hadis Munkar 3 Hadis Mu’allal 4 Hadis Mudraj 5 Hadis Maqlub 6 Hadis Mudhtharib 7 Hadis Mushahhaf DAFTAR PUSTAKA 1. Prof, Dr, Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, Yogyakarta PT, Pustaka Rizki Putra, 1999. 2. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta PT. Raja Grapindo Persada, 2011 3. Drs. M. Solahudin, & Agus suyadi, Lc. Ulumul Hadis, Bandung CV. Pustaka Setia, 2013 4. Dr. H. Wasman & Abdul Fatakh, SHI, SH, M. Hum, Pengantar Studi Hadits, Cirebon Dicetak Mandiri, 2015 5. Drs. M. Syuhudi Ismail , Pengantar Ilmu Hadits , Bandung Angkasa 6. DR. HJ. Umi Sumbulah, M. AG, Kajian Kritis Ilmu Hadis, Malang UIN-MALIKI PRESS Anggota IKAPI 7. Prof. DR. T. Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, Semarang PT. Pustaka Rizki Putra 8. Dr. H. Wasman & Abdul Fatakh, SHI, SH, M. Hum, Pengantar Studi Hadits, Cirebon Dicetak Mandiri, 2016 9. Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta PT. Raja Grapindo Persada, 2013 10. Dr. Nur Muuddin ltr, Ulumul Hadis, Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2012 11. Hassan, Ilmu Mushthalah Hadits, Bandung CV. Penerbit Diponegoro , 2007 12. Prof. Ali Hasbullah, Hadits Nabi Sebelum Dibukukan, Jakarta Gema Insani Press, 1999 13. Drs. Badri Khaeruman, M. Ag. Otentisitas Hadis, Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2004 14. Drs. M. Aggus Solahdin, & Agus Suryadi, Lc. Ulumul Hadis, Bandung Pustaka Setia, 2009 15. Dr. H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Jakarta Amzah Bumi Aksara, 2010 16. Drs. Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, Bogor Ghalia Indonesia, 2010 Drs. Munzier Suparta, Drs. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 1993
Adalah Sahabat, Tanggapan atas Artikel Jalaluddin Rakhmat: Sahabat dalam Timbangan Al-Qur`an Abdul Hayyie al Kattani Pendahuluan Di Faceb .
  • b0m77k6r2s.pages.dev/218
  • b0m77k6r2s.pages.dev/818
  • b0m77k6r2s.pages.dev/966
  • b0m77k6r2s.pages.dev/148
  • b0m77k6r2s.pages.dev/269
  • b0m77k6r2s.pages.dev/213
  • b0m77k6r2s.pages.dev/176
  • b0m77k6r2s.pages.dev/250
  • b0m77k6r2s.pages.dev/501
  • b0m77k6r2s.pages.dev/854
  • b0m77k6r2s.pages.dev/243
  • b0m77k6r2s.pages.dev/692
  • b0m77k6r2s.pages.dev/69
  • b0m77k6r2s.pages.dev/424
  • b0m77k6r2s.pages.dev/728
  • pertanyaan sulit tentang hadits shahih